Belakangan ini, topik stablecoin semakin hangat. Melalui pemikiran mendalam, saya menemukan bahwa logika dasar dari stablecoin memiliki kesamaan yang mengejutkan dengan kebiasaan pernikahan yang kita kenal.

Pertama, mari kita lihat proses pendaftaran pernikahan. Mengambil sertifikat pernikahan di kantor urusan sipil pada dasarnya adalah metode sertifikasi terpusat. Kantor urusan sipil sebagai lembaga yang berwenang dapat menetapkan kekuatan hukum pernikahan hanya dengan sebuah dokumen. Ini sangat mirip dengan sistem keuangan tradisional, di mana semua transaksi harus bergantung pada dukungan dari bank sentral, lembaga kliring, organisasi kartu kredit, dan lembaga besar lainnya. Keuntungan dari metode ini adalah efisiensi yang tinggi dan kekuatan otoritas yang kuat, tetapi juga memiliki kekurangan yang jelas—terlalu bergantung pada satu lembaga, dan jika terjadi masalah, seluruh sistem bisa terpuruk.

Jadi, mengapa setelah mendapatkan sertifikat masih perlu mengadakan pernikahan? Pertanyaan ini mengganggu saya cukup lama, sampai saya tumbuh dewasa dan secara bertahap mulai memahami makna di baliknya. Mengadakan pernikahan memiliki dua tujuan utama: pertama adalah untuk mengumpulkan uang hadiah dari teman dan keluarga (meskipun ini terdengar sedikit bercanda, tetapi memang merupakan pertimbangan yang nyata); kedua adalah mengundang teman dan keluarga untuk bersama-sama menyaksikan momen penting ini, membentuk suatu konsensus sosial.

Pendekatan ini sangat mirip dengan logika operasional blockchain. Teman dan keluarga di lokasi pernikahan, seperti penambang atau node dalam jaringan blockchain, bersama-sama menyaksikan dan mengonfirmasi keaslian dan kredibilitas acara penting ini. Sementara itu, uang hadiah yang diberikan oleh para tamu dapat disamakan dengan biaya yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam proses verifikasi blockchain.

Setelah pernikahan selesai, pengantin akan mengucapkan terima kasih kepada para tamu, biasanya akan memberikan hadiah atau mengundang semua orang untuk menikmati jamuan. Ini sebenarnya adalah bentuk mekanisme insentif untuk "saksi", yang dalam dunia blockchain, insentif ini diwujudkan dalam bentuk hadiah bitcoin atau koin lainnya.

Lebih lanjut memperluas metafora ini: mendaftarkan pernikahan di kantor catatan sipil, sama seperti mengurus urusan di kota besar—efisien tetapi kurang adanya kehangatan manusia, sepenuhnya bergantung pada operasi lembaga. Sementara mengadakan pernikahan di kampung halaman, lebih mirip beroperasi dalam ekosistem blockchain—bergantung pada jaringan interpersonal dan saksi kolektif.

Dapat dilihat bahwa teknologi blockchain tidaklah jauh dari jangkauan. Jika dipikirkan dengan cermat, sebenarnya ia memindahkan logika sosial "pendaftaran + mengadakan upacara" ke dalam dunia digital. Sistem terpusat bergantung pada otoritas, sementara sistem desentralisasi bergantung pada konsensus. Yang pertama menekankan efisiensi, sedangkan yang kedua menekankan kemampuan untuk mengatasi risiko.

Melalui perbandingan yang hidup ini, kita dapat lebih memahami esensi teknologi blockchain, serta mengapa ia dapat mengguncang dunia keuangan dengan begitu besar. Teknologi ini bukan sekadar inovasi, melainkan kelanjutan dan evolusi mekanisme kepercayaan yang telah terbentuk dalam masyarakat manusia selama bertahun-tahun di era digital.